Nyong Clock

widget

Blogroll

Minggu, 12 Juni 2016

KABUPATEN TANAH BUMBU

KABUPATEN TANAH BUMBU


Kabupaten Tanah Bumbu adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Sebelumnya kabupaten ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Kotabaru.

Ibukota kabupaten terletak di Batulicin, tepatnya di Kelurahan Gunung Tinggi yang dulunya bernama Desa Pondok Butun. Adapun yang menjadi sentra kegiatan usaha dan ekonomi adalah kecamatan Simpang Empat, yang dulunya merupakan bagian dari Kecamatan Batulicin.

Kabupaten ini memiliki luas wilayah 5.066,96 km² dan jumlah penduduk sebanyak 267.913 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010), dan pada tahun 2014 berdasarkan proyeksi penduduk, jumlah penduduk Tanah Bumbu mencapai 315.815

Kabupaten Tanah Bumbu merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Kotabaru yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2003 tanggal 8 April 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan di Provinsi Kalimantan Selatan. Berdasarkan undang-undang tersebut, Kabupaten Tanah Bumbu selalu merayakan hari jadinya pada tanggal 8 April setiap tahunnya.

Nama historis yang pernah digunakan untuk menyebut daerah kabupaten ini adalah Tanah Koesan - 1879[2] & Tanah Bumbu Selatan.

Sejarah

Sejarah singkat

Daerah Kabupaten Tanah Bumbu termasuk dalam kawasan Tanah Bumbu yang lebih luas atau wilayah Kalimantan Tenggara. Sejak dahulu kala wilayah tenggara pulau Kalimantan bukanlah daerah tidak bertuan karena daerah ini juga sudah dihuni oleh penduduk asli Kalimantan, menurut Hikayat Banjar penduduknya terdiri orang Satui, orang Laut Pulau, orang Pamukan (Dayak Samihim) dan orang Paser maupun orang-orang Dayak Bukit yang tinggal di pegunungan Meratus. Orang Pamukan dan orang Paser masing-masing memiliki pemerintahan kerajaan sendiri-sendiri.

Di daerah Cantung terdapat sebuah lesung batu (yoni) yang menunjukkan adanya pengaruh agama Hindu memasuki wilayah ini pada zaman dahulu kala. Sebelum terjadinya migrasi suku Bugis ke wilayah ini, seluruh wilayah tenggara Kalimantan dibawah koordinator Aji Tunggul, penguasa Paser yang menjadi bawahan Sultan Banjar IV Mustain-Bilah/Marhum Panembahan. Pada abad ke-17 Sultan Banjar menguasai Kalimantan Tenggara untuk diperintah keturunannya yaitu Pangeran Dipati Tuha dengan nama Kerajaan Tanah Bumbu dengan wilayah awal mulanya meliputi daerah dari Tanjung Silat sampai Tanjung Aru (batas wilayah Banjar dengan Paser).

Kronologis Sejarah

1520-1546

Menurut Hikayat Banjar, ada beberapa daerah dari wilayah tenggara pulau Kalimantan yang takluk dan mengirimkan upeti kepada Raja Banjar Islam ke-1 Sultan Suriansyah (1520-1546) yang berkedudukan di Banjarmasin, daerah-daerah tersebut yaitu Paser, Laut Pulau dan Pamukan. Kesultanan Banjar menamakan kawasan pesisir dengan "Laut" yang terdiri atas Laut Pulau dan Laut Darat. Nama daerah-daerah yang mengirimkan upeti ditemukan dalam naskah Cerita Turunan Raja-raja Banjar dan Kotawaringin (disebut juga Hikayat Banjar 1) menyebutkan:[3]
Sudah itu maka orang Sebangau, orang Mendawai, orang Sampit, orang Pembuang, orang Kota Waringin, orang Sukadana, orang Lawai, orang Sambas sekaliannya itu dipersalin sama disuruh kembali. Tiap-tiap musim barat sekaliannya negeri itu datang mahanjurkan upetinya, musim timur kembali itu. Dan orang Takisung, orang Tambangan Laut, orang Kintap, orang Asam-Asam, orang Laut-Pulau, orang Pamukan, orang Paser, orang Kutai, orang Berau, orang Karasikan, sekaliannya itu dipersalin, sama disuruh kembali. Tiap-tiap musim timur datang sekaliannya negeri itu mahanjurkan upetinya, musim barat kembali.[3]

1595-1642

Pada masa pemerintahan Raja Banjar Islam ke-4 Sultan Mustain Billah (Raja Maruhum Panambahan) mengutus menteri/duta besar Kiai Martasura ke negeri Makassar (Tallo-Gowa) untuk menjalin hubungan bilateral kedua negara pada masa I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang Sultan Mahmud, Raja Tallo yang menjabat mangkubumi bagi Sultan Malikussaid Raja Gowa 1638-1654, ia meminjam negeri Paser dan beberapa daerah lainnya termasuk daerah hunian suku Banjar - negeri Satui kepada Raja Banjar Marhum Panembahan (1595-1642) sebagai tempat berdagang. Peristiwa tersebut sebelum adanya Perjanjian Bungaya, hal ini menunjukkan pengakuan Makassar (Tallo-Gowa) mengenai kekuasaan Kesultanan Banjar terhadap daerah-daerah di wilayah sepanjang tenggara dan timur pulau Kalimantan. Pada masa itu Sultan Makassar terfokus untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan di kepulauan Nusa Tenggara. Namun setelah Perjanjian Bungaya (1667), Kesultanan Gowa dilarang oleh VOC-Belanda berdagang ke wilayah timur dan utara pulau Kalimantan.
Naskah Cerita Turunan Raja-raja Banjar dan Kotawaringin (disebut juga Hikayat Banjar 1) menyebutkan :

Kemudian daripada itu tatkala Kiai Martasura ke Mangkasar, zaman Karaing Patigaloang itu, ia menyuruh pada Marhum Panembahan itu meminjam Pasir itu akan tempatnya berdagang serta bersumpah: "Barang siapa anak cucuku hendak aniaya lawan negeri Banjar mudah-mudahan dibinasakan Allah itu." Maka dipinjamkan oleh Marhum Panembahan. Itulah mulanya Pasir - serta diberi desa namanya Satui dan Hasam-Hasam dan Kintap, dan Sawarangan itu, Banacala, Balang Pasir dan Kutai dan Berau serta Karasikan - itu tiada mahanjurkan hupati ke Martapura itu.[3]

1660-1700

Orang Pamukan atau Suku Dayak Samihim dahulu telah memiliki kerajaan sendiri yaitu Kerajaan Pamukan yang telah dihancurkan oleh suatu serangan dari luar dengan bukti sisa-sisa pemukiman mereka terdapat di Tanjung Kersik Itam. Setelah kejadian tersebut, orang Pamukan/Dayak Samihim meminta kepada Sultan Banjar untuk mendirikan pemerintahan (kerajaan) untuk mengamankan wilayah tersebut dan untuk mengantisipasi banyaknya pendatang dari luar memasuki daerah tersebut maka Pangeran Dipati Tuha (Raden Basus) putera Sultan Saidullah ditunjuk sebagai raja membawahi wilayah antara Tanjung Silat sampai Tanjung Aru yang dinamakan Kerajaan Tanah Bumbu dengan pusat pemerintahan di sungai Bumbu termasuk dalam Daerah Aliran Sungai Sampanahan. Pangeran Dipati Tuha kemudian digantikan puteranya Pangeran Mangu sebagai Raja Tanah Bumbu dan seorang putera lainnya Pangeran Citra menjadi sultan negeri Kelua. Pangeran Mangu (1700-1740) kemudian digantikan putrinya, yaitu Ratu Mas. Ratu Mas (1740-1780) menikahi seorang pedagang dari Gowa bernama Daeng Malewa yang bergelar Pangeran Dipati; pasangan ini beranak Ratu Intan I, sedangkan dari selir Daeng Malewa berputra Pangeran Prabu dan Pangeran Layah[4] 1780, Kerajaan Tanah Bumbu dipecah menjadi wilayah selatan di bawah pemerintahan Ratu Intan I (keturunan Pangeran Dipati Tuha) yang dikenal sebagai Ratu Cantung dan Batulicin dan wilayah utara yang berpusat di Sampanahan di bawah pemerintahan Pangeran Prabu bergelar Sultan Sepuh. Ratu Intan I menikahi Sultan Anom dari Paser tetapi perkawinan ini tidak menghasilkan keturunan. Sedangkan Sultan Anom dengan selirnya memiliki keturunan yaitu Pangeran Haji Muhammad/Maj Pangeran, Andin Kedot, Andin Girok dan Andin Proah. Pangeran Layah menjadi penguasa Buntar Laut, ia memiliki kerurunan Gusti Cita dan Gusti Tahora.

1733

Puana Dekke meminjam tanah dekat muara sungai Kusan kepada Sultan Tahlilullah yang dinamakan daerah Pagatan. Dan pada tahun 1750 suku Bugis meminjam tanah kepada Sultan Banjar untuk mendirikan koloni di Tanjung Aru.[5] Tahun 1775, La Pangewa (Kapitan Laut Pulo), selaku kapitan orang Bugis-Pagatan menggantikan Puana Dekke dan kemudian ia juga direstui oleh Sultan Tahmidullah II sebagai raja pertama Kerajaan Pagatan, karena jasa-jasanya menggempur Pangeran Amir - Raja Kusan I. Pangeran Amir atau Sultan Amir menyingkir ke Kuala Biaju untuk meminta bantuan suku Dayak Dusun dan Bakumpai di Tanah Dusun. Pada tahun 1785, Pangeran Amir anak Sultan Kuning dibantu Arung Tarawe menyerang Tabanio dengan pasukan 3000 orang Bugis-Paser berkekuatan 60 buah perahu untuk menuntut tahta Kesultanan Banjar dari Tahmidullah II. Pada tanggal 14 Mei 1787, Pangeran Amir (kakeknya Pangeran Antasari) ditangkap Kompeni Belanda, kemudian diasingkan ke Srilangka.

1787

Pada tanggal 13 Agustus 1787, Sultan Tahmidullah II dari Banjar menyerahkan kedaulatan Kesultanan Banjar kepada VOC menjadi daerah protektorat dengan Akte Penyerahan di depan Residen Walbeck, setelah VOC berhasil menyingkirkan Pangeran Amir, rivalnya dalam perebutan tahta. Sebagian besar Kalimantan menjadi properti perusahaan VOC.

1788

Sultan Dipati Anom Alamsyah menjadi Sultan Pasir III sampai tahun 1799. Sultan ini menikahi Ratu Intan I, yaitu Ratu dari Tjangtoeng dan Batoe Litjin.

1789

Kedaulatan atas daerah Pasir dan Pulau Laut diserahkan VOC kembali kepada Sultan Banjar, Tahmidullah II.

1826

Pada tanggal 4 Mei 1826 (26 Ramadhan 1241 H), Sultan Banjar (Sultan Adam al-Watsiq Billah), menyerahkan wilayah tenggara dan timur Kalimantan beserta daerah lainnya kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

1844

Kasus Sebuli – Batulicin yaitu perompakan yang menyebabkan pertikaian Daeng Manggading yang dibantu Raja Pagatan dan Raja Sabamban dengan Aji Pati (Raja Bangkalaan) yang dibantu Pangeran Meraja Nata penguasa Batulicin, mengakibatkan rumah-rumah orang Bugis di Batulicin dibakar.[6]
Pada tahun ini, distrik-distrik dalam onderafdeeling van Tanah Boemboe yaitu Pagatan, Kusan, Batulicin, Cantung dengan Buntar Laut, Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul dan Cengal. Pada waktu itu distrik Pulau Laut belum dibentuk.

1845

Batulicin dan Pulau Laut berada di bawah pemerintah Kusan.[7] Penguasa Kusan kemudian pindah ke pulau Laut, dan akhirnya divisi Kusan digabung dengan Pagatan. Sabamban dibentuk belakangan. Wilayah kabupaten Tanah Bumbu hari ini merupakan gabungan wilayah bekas distrik (swapraja) pada masa kolonial Hindia Belanda tersebut, yaitu Batoe Litjin, Koessan, Pagatan dan Sabamban, serta Distrik Satui (tahun 1889 Satui masih merupakan bagian dari Afdeeling Tanah Laut). Jadi Kerajaan Pagatan hanya salah satu dari banyak kerajaan yang ada di Tanah Bumbu maupun Kalimantan Tenggara.[8]

1849

Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849,

Geografis

Secara geografis Kabupaten Tanah Bumbu terletak di antara 2°52’ – 3°47’ Lintang Selatan dan 115°15’ – 116°04’ Bujur Timur.

Kabupaten Tanah Bumbu adalah salah satu kabupaten dari 13(tiga belas) kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan yang terletak persis di ujung tenggara Pulau Kalimantan.

Tanah Bumbu memiliki luas wilayah sebesar 5.066,96 km2 (506.696 ha) atau 13,50 persen dari total luas Provinsi Kalimantan Selatan.[10]

Batas Wilayah

Batas wilayah Kabupaten Tanah Bumbu adalah:


  • Utara Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah
  • Selatan Laut Jawa
  • Barat Kabupaten Tanah Laut dan Kabupaten Banjar
  • Timur Kabupaten Kotabaru


Kecamatan

Saat ini Kabupaten Tanah Bumbu memiliki 10 kecamatan, yaitu:

  1. Angsana
  2. Batulicin
  3. Kuranji
  4. Kusan Hilir
  5. Kusan Hulu
  6. Mentewe
  7. Satui
  8. Simpang Empat
  9. Sungai Loban
  10. Karang Bintang


Pemerintahan

Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu dan Daftar Bupati Tanah Bumbu

  • Mardani H. Maming
  • Difriadi Darjat
  • Daftar Pemilu Legislatif Indonesia Tahun 2014 (DPR)


Lagu daerah

Lagu daerah dari kabupaten ini antara lain:


  1. Tanah Bumbu
  2. Mahadang Ading
  3. Baikat Janji


Pariwisata

Berikut adalah beberapa tempat Wisata di Tanah Bumbu

Makam Bersejarah

  • Makam Syekh Haji Muhammad Arsyad
  • Makam Pangeran Agung


Pantai Eksotis

  • Pantai Angsana
  • Pantai Pagatan


Festival

  • Mappanretasi



Infrastruktur

Pelabuhan

Di wilayah Tanah Bumbu terdapat puluhan pelabuhan khusus untuk keperluan pengapalan batubara, biji besi dan sawit. Selain itu terdapat pelabuhan umum milik PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III Cabang Kotabaru, serta pelabuhan penyeberangan milik PT. ASDP.

Rumah Sakit


  1. Rumah Sakit Umum Daerah Tanah Bumbu
  2. RSU Amanah Husada
  3. Transportasi


Sekian dari saya mengenai pembahasan tentang Kalimantan Selatan khususnya daerah Kabupaten Tanah Bumbu, semoga bermanfaat dan maaf apabila dalam penulisan ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. serta terima kasih untuk sebagian besar sumber tulisan yang saya kutip dan tidak bisa dituliskan satu persatu.


M Fahri Maulana


0 komentar

Posting Komentar